BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

my clock

Sabtu, 17 Maret 2012

ANATOMI FISIOLOGI TELINGA

MAKALAH ANATOMI FISIOLOGI TELINGA

Disusun oleh kelompok : 1. Ayu wibowo 2. Farid novi hasan untari 3. Fawait eko P 4. Ilhamiyah 5. Kunti utari 6. M. Syukron Jazilah 7. Mega suwari 8. Ridho 9. Siti fatona zaen 10. Syamsul huda 11. Yusmini AKADEMIK KEPERAWATAN STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG PROBOLINGGO 2011-2012 KATA PENGANTAR Alhamdulillah Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt, zat Yang Maha Indah dengan segala keindahan-Nya, zat yang Maha Pengasih dengansegala kasih sayang-Nya, yang terlepas dari segala sifat lemah semua makhluk-Nya.Alhamdulillah berkat Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah ini. Shalawat serta salam mahabbah semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai pembawa risalah Allah terakhir dan penyempurna seluruh risalah-Nya. Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini kami menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Genggong, 17 November 2012 Kelompok I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbangan) Anatominya juga sangat rumit .Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar. Deteksiawal dan diagnosis akurat gangguan otologik sanga tpenting. Diantara mereka yang dapat membantu diagnosis dan atau menangani kelainan otologik adalah ahli otolaringologi, pediatrisian, internis, perawat, ahliaudiologi, ahli patologi wicara dan pendidik. Perawat yang terlibat dalam spesialisasiotolaringologi, saat ini dapat raem peroleh sertifikat di bidang keperawatan otorinolaringologi leher dan kepala (CORLN= cerificate in otorhinolaringology-head and neck nursing). Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energy suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah Karena penjarangan molekul tersebut. (Sherwood, 2001). Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu gelombang tekanan di telinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan perpindahan mirip gelombang pada membrane basilaris terhadap membrantektorium. Sewaktu menggesek membranatektorium, sel-selrambut tertekuk.Hal ini menyebabkan terbentuknya potensialaksi. Apabila deformitasnya cukup signifikan, maka saraf-saraf aferen yang bersinap dengan sel-sel rambut akan terang sang untuk melepaskan potensi alaksi dan sinyal disalurkan keotak (Corwin, 2001). BAB I ANATOMI FISIOLOGI PENDENGARAN A. Pengertian Telinga adalah organ pendengaran. Saraf yang melayani indra ini adalah saraf cranial kedelapan atau nerveus auditorius. Telinga terdiri dari tiga bagian yaitu: 1. Telinga luar 2. Telinga tengah 3. Rongga telinga dalam 1. Telinga luar Terdiri atas aurikel atau pinna, yang pada binatang rendahan berukuran besar serta dapat bergerak dan membantu mengumpulkan gelombang suara, dan meatus auditorius externa yang menjorok kedalam menjahui pinna, serta menghantarkan getaran suara menuju membran timpani. Liang ini berukuran panjang sekitar 2,5cm sepertiga luarnya adalah tulang rawan sementara 2/3 dalamnya berupa tulang. Bagian tulang rawan tidak harus serta bergerak kearah atas dan belakang. Liang ini dapat di luruskan dengan cara mengangkat daun telinga keatas dan kebelakang. Hal ini biasanya dilakukan bila kita hendak menyemprot telinga. Cairan semprotan itu harus diarahkan ke dinding posterior dan dinding atas dari liang telinga. Setelah di semprot dan diperiksa, cairan cairan selebihnya dapat dikibaskan ke luar oleh pasien. Aurikel berbentuk tidak teratur serta terdiri dari tulang rawan dan jaringan fibrus, kecuali pada ujung paling bawah, yaitu cuping telinga, yang terutama terdiri dari lemak. Ada tiga kelompok otot yang terletak pada bagian depan.atas dan belakang telinga,kendati demikian, manusia hanya dapat menggerakkan telinga sedikit sekali, sehingga hamper tidak kelihatan.
Gambar 1: irisan telinga, yang memperlihatkan bagian-bagian yang membentuk pendengaran extra, tengah dan dalam. 2. Telinga tengah Telinga tengah atau rongga timpani adalah bilik kecil yang mengandung udara. Rongga itu terletak sebelah dalam membrane timpani atau gendang telinga, yangmemisahkan rongga itu dari meatus auditorius externa. Rongga ini sempit serta memiliki dinding tulang dan dinding membranosa. Sementara pada bagian belakangnya bersambung dengan antrum mastoid dalam prosesus mastoideus pada tulang temporalis, melalui sebuah celah yang disebut aditus. Tuba eustakhius bergerak kedepan dari rongga telinga tengah menuju naso-farinx, lantas terbuka. Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga dapat diatur seimbang melalui meatus auditoriusexterna, serta melalui tuba eustakhius (faring timpanik). Celah tuba eustakhius akan tertutup jika dalam keadaan biasa , dan akan terbuka setiap kali kita menelan. Dengan demikian tekanan udara dalam ruang timpani di pertahankan tetap seimabang dengan tekanan udara dalam atmosfer, sehingga cedera atau ketulian akibat tidak seimbangnya tekanan udara, dapat dihindarkan. Adanya hubungan dengan nasu¬-farinx ini, memungkinkan infeksi pada hidung atau tenggorokan dapat menjalar masuk ke dalam rongga telinga tengah. Tulang tulang pendengaran adalah tiga tulang kecil yang tersusun pada rongga telinga tengah seperti rantai yang bersambung dari membrana timpani menuju rongga tilinga dalam. Tulang sebelah luar adalah melleus, berbentuk seperti martil dengan gagang yang terkait pada membrane timpani, sementara kepalanya menjulur kedalam ruang timpani. Tulang yang berada di tengah adalah inkus atau landasan, sisi luarnya bersendi dengan melleus, sementara sisi dalamnya bersendi dengan sisi dalam sebuah tulang kecil, yaitu stapes. Stapes atau tulang sangkurdi, yang di kaitkan pada inkus dengan ujungnya yang lebih kecil, sementara dasarnya yang bulat panjang terkait pada membran yang menutup fenestra festibuli, atau tingkap jorong. Rangkaian tulang tulang ini berfungsi untuk mengalirkan getaran suara dari gendang telinga menuju rongga telinga. 3. Ronnga Telinga Dalam Berada dalam bagian os petrosum tulang temporalis. Rongga telinga dalam itu terdiri dari berbagaai rongga yang menyerupai saluran saluran dalam tulang temporis. Rongga rongga itu di sebut labirin tulang, dan dilapisi membrane sehingga membentuk labirin branosa. Saluran saluran bermembran ini mengandung cairan dan ujung ujung akhir saraf pendengaran dan keseimbngan Labirin tulang terdiri drai tiga bagian Vestibula yang merupakan bagian tengah, dan tempat bersambungnya bagian bagian yang lain, ibarat sebuah pintu yang menuju ruang tengah (vestibula) pada sebuah rumah. Saluran setengah lingkarn bersambung dengan vestibula. Ada tiga jenis saluran saluraan itu, yaitu superior, posterior dan lateral. Saluran latral letaknya horisontal, sementara ketiga tiganya saling membuat sudut tegak lurus satu sama lain. Pada salah satu ujung setiap saluran terdapat penebalan yang disebut ampula. (Gerakan cairan yang merangsang ujung ujung ahir saraf khusus dalam ampula inilah yang menyebabkan kita sadar akan kedudukan kita. Bagian telinga dalam ini berfungsi untuk membantu serebelum dalam mengendalikan keseimbangan, serta kesadarn kedudukan tubuh kita). Korlea adalah sebuah tabung berbentuk sepiral yang membelit dirinya laksana sebuah rumah siput. Belitan belitan itu melingkari sebuah sumbu berbentuk kerucut yang memiliki bagian tengah dari tulang, dan di sebut modiulus. Dalam setip belitan ini terdapat slura membranosa yang mengandung ujung ujung saraf pendengaran. Cairan dalam laabirin membranosa disebut eindolimfe, sementara caairan labirin maembranosa dan dalam labirin tulang di sebut perilimfe. Ada dua tingkap dalam ruang melingkar ini. (1) Fenestra vestibuli (yang juga disebut fenestra ovalis, lantaran bentuknya yang bulat panjang) ditutup oleh tulang stapes , (2) Fenesta koklea (yang juga disebut fenestra rotunda, lantaran bentuknya bundar) di tutup oleh sebuah membrane Kedua duanya menghadap ke telinga dalam. Adanya tingkap tingkap ini tulang bertujuan agar getaran dapat di alihkan dari rongga telinga tengah, guna di langsungakan dalam perilimfe (perilimfe adalah cairan yang praktis tidak dapat dipadatkan). Getaran dalm perilimfe dialihkan menuju endolimfe, dan demikian merangsan ujung ujung ahir saraf pendengaran. Nervus Auditorius ( saraf pendengaran ) terdiri dari dua bagian: Salah satu dari padanya pengumpulan sensibilitas dari bagian vestibuler rongga telinga dalam, yang mempunyai hubungan denga keseimbangan. Serabut serabut saraf bergerak menuju neklus vestibularis yang berbeda pada titik pertemuan antara pons dan madula oblongata, lanytas kemudin bergerak terus menuju sereblum. Bagian kokhlearis pada nervus auditorius adalah saraf pendengar sebelumnya. Serabut serabut saarafnya mula mula di pancarkan kepada sebuah neklus khusus ysng bersda tepat di belakang talamus, lantas dari sana di pancarkan lagi menuju pusat penerima ahir dalam kortex otak yang terletak pada bagian bawah lobus. B. FISIOLOGI PENDENGARAN Ditimbulkan oleh getaran atmosfer yang dikenal sebagai gelombang suara dimana keceptan dan volumenya berbeda-beda .Gelombang suara bergerak melaui rongga telinga luar (auris eksterna) yang menyebabakan timpani bergetar, getaran-getaran tesebut di teruskan menuju iknus dan stapes meleus yang terkait pada membran itu. Karena getaran yang timbul pada setiap tulang itu sendiri maka tulang akan memperbesar getaran yang kemudian disalurkan ke fenestra vestibuler menuju perilimfe. Getaran perilimfe dialihkan melalui membran menuju endolimfe dialihkan melalui membran menuju endolimfe dalam saluraan koklea dan rangsangan mencapai ujung ujung akhir saraf dalam rongga korti selanjutnya dihantarka menuju otak.Perasaan pendengaranditafsirkan otak sebagai suara yang enak atau tidak enak, gelombang suara menimbulkan bunyi. a. Tingkatn suara biasa 80-90 desible. b. Tingkatan maksimim kegaduhan 130 desible. Nesus yang tebesar dalam kanalis semi sirkularis menghantarkan impus-implus menuju otak.Implus-implus ini dibangkikan dalam kanal-kanal tadi.Karena adanya perubahan kedudukan cairan dalam kanal atau saluran-saluran itu. Hal ini mempunyai hubungan erat dengan kesadaran kedudukan kepala terhadap badan. apabila seseorang di dorong kesalah satu sisi maka kepalanya cenderung miring ke arah lain (berlawanan ke arah badan yang di dorong) guna mempertahankan keseimbangan, berat badan diatur, posisi badan dipertahankan sehingga jatuhnya badan dapat dipertahankan. Perubahan kedudukan cairan dalam salurn semi sirkuler inilah yang merangsang implus, respons badan berupa garak reflek, guna memindahkan berat badan serta mampertahankan kaseimbangan. Nervus auditori mengumpulkan sensibilitas dan bagian vastibuler rongga telinga dalam yang mempunyai hubungan dengan keseimbangan. Serabut serat ini bergerak menuju neklus vestibularis yang barada pada titik pertemuan antara pond dan medula oblongata terus bergerak menuju sereblum. Bagian koklearis pada nervus auditori saraf pendengaran yang sebenarnya, serabut saaraf dipancarkan kesebuah nuklus khusus yang berada dibelakang thalamus,di pancarkan menuju korteks otak yang terletak pada bagian tempolaris. 1. Pendengaran Mendengar adalah kemampuan untuk mendeteksi tekanan vibrasi udara tertentu dan menginterpretasikannya sebagai bunyi. Telinga mengkonversi energi gelombang tekanan menjadi impuls syaraf, dan korteks serebri mengkonversi impuls ini menjadi bunyi . Bunyi memiliki frekuensi, amplitude dan bentuk gelombang. Frekuensi gelombang bunyi adalah kecepatan osilasi gelombang udara per unit waktu. Telinga manusia dapat menangkap frekuensi yang bervariasi dari sekitar 20 sampai 16.000 Hertz (Hz). Satu hertz adalah satu siklus per detik. Bunyi berfrekuensi rendah mempunyai nada rendah . Bunyi berfrekuensi tinggi mempunyai nada tinggi.Suara manusia berkisar dari sekitar 65 Hz sampai sedikit diatas 1000 Hz. Mekanisme frekuensi manusia paling sensitive terhadap suara dengan frekuensi sekitar 1000 Hz. Amplitudo adalah ukuran energi atau intensitas fluktuasi tekanan. Gelombang bunyi dengan amplitude yang berbeda diinterpretasikan sebagai perbedaan dalam kekerasan.Ukuran bunyi dalam decibel (dB); bunyi bisikan sekitar 20 dB. Percakapan tenang sekitar 50 dB. Pabrik yang bising sekitar 100 dB. Bunyi di atas 120 dB menyebabkan nyeri dan pemaparan dalam jangka panjang dapat merusak telinga dan menyebabkan ketulian. 2. Proses pendengaran Ditimbulkan oleh getran aatmosfer yng di kenal sebagai gelombang suara dimna keceptan dan volumenya berbeda-beda . Gelombang suara bergerak melaui rongga telinga luar (auris eksterna) yang menyebabakan timpani bergetar, getaran getaran tesebut di teruskan menuju iknus dan stapes meleus yang terkait pada membran itu . Karna getarn yang timbul pada setiap tulang itu sendri maka tulang akan memperbesar getaran yang kemudina di salurkan ke fenestra vestibuler menuju perilimfe. Getarn perilimfe di alihkan melalui membran menuju endolimfe di alihkan melalui membrane menuju endolimfe dalam saluraan koklea dan rangsangan mencapai ujung ujung ahir saraf dalam rongga korti selanjutnya dihantarka menuju otak. Perasaan pendengaran ditafsirkan otak sebagai suara yang enak atau tidak enak , gelombang suara meni,bulkan bunyi. a. Tingkatan suara biasa 80-90 desible b. Tingkatan maksimum kegaduhan 130 desible. 2. Saraf pendengaran Nervus auditori mengumpulkan sensibilitas dan bagian vastibuler rongga telinga dalam yang mempunyai hubungan denagn keseimbangan, Serabut serat ini bergerak menuju neklus vestibularis yng barada pada titik pertemuan antara pond dab medula oblongata terus bergelak menuju sebelumnya. Bagian kok learis pada nervus auditori saraf pendengaran yang sebenarnya , serabut saaraf di pancarkan ke sebuah nuklus khusus yang berada di belakang thalamus ,dipancarkan menuju korteks otak yang terletak pada bagian tempoleris. C. UKURAN BUNYI Ukuran buyi yang dapat didengar manusia kurang dari 85 dB dan dapat merusak telinga jika lebih dari 85 dB dan pada ukuran 130 dB akan membuat hancur gendang telinga. Berdasarkan frekuensi pendengarannya, suara dibagi menjadi: • Infrasound: 0Hz – 20 Hz • Pendengaran manusia: 20Hz – 20 KHz • Ultrasound: 20KHz – 1 GHz • Hypersound: 1GHz – 10 THz Satuan yang digunakan dalam ukuran bunyi yaitu Desibel.Karena perubahan intensitas suara yang sangat luas yang dideteksi dan dibedakan oleh telinga, intensitas suara biasanya dinyatakn sebagai logaritma intensitas sebenarnya.Peningkatan 10 kali energy suara dinamakan 1 bel, dan satu persepuluh bel dinamakan 1 desibel. 1 desibel menggambarkan peningkatan intensitas sebenarnya sebesar 1,26 kali. Alasan lain menggunakan system decibel dalm menyatakan perubahan kekerasan suara adalah bahwa dalam batas intensitas suara yang bisa untuk komunikasi, telinga dapat mendeteksi perubahan intensitas suara kira-kira 1 desibel. Frekuensi pendengaran yang dapat di dengar oleh orang tua, orang muda, sebelum proses penuaan terjadi pada telinga, umumnya dinyatakan antara 30 dan 20.000 siklus per detik. Akan tetapi, batas suara sangat tergantung pada intensitas. Bila intensitas hanya -60 desibel, batas suara adalah 500 sampai 5.000 siklus per detik, tetapi bila intensitas suara adalah -20 desibel, batas frekuensi sekitar 70 sampai 15.000 siklus per detik, dan hanya dengan suara yang kuat dapat dicapai batas lengkap 30 sampai 20.000 siklus per detik. Pada orang tua, batas frekuensi turun dari 50 sampai 8.000 siklus per detik atau kurang. D. TRANSMISI BUNYI DALAM TELINGA LUAR Gelombang bunyi ditangkap oleh daun telinga dan ditransmisikan ke dalam meatus auditorius eksternus. a. membrane tympani Gelombang bunyi menyebabkan vibrasi membrane timpani. Sifat membrane adalah elastic yang tidak memiliki frekuensi alaminya sendiri tetapi mengambil karakteristik vibrasi yang terjadi. Membrana timpani dapat dengan mudah bergetar karena tekanan pada kedua sisinya bersifat atmosferik. Ujung faring tuba eustachius terbuka saat menelan, bersin, dan menguap, dan dengan demikian bila tuba paten,telinga tengah terns terisi dengan udara tekanan atmosfer. Membrana timpani ticlak akan bergetar dengan balk bila tuba tersumbat dan tekanan kedua sisi ticlak sama. Amplitude getaran membrane proporsional dengan intensitas bunyi. Membran sangat teredam, yaitu berhenti bergetar segera setelah bunyi berhenti. c. Osikel Getaran membrane timpani ditangkapp oleh malleus, yang melekat pada permukaan dalamnya dan ditransmisikan melalui incus ke stapes.Bagian kaki stapes menstransmisikan vibrasi melalui fenestrum ovale yang melekat padanya. Daerah membrane timpani 15 – 20 kali lebih besar dari pada fenestrum ovale, dan gaya vibrasi pada fenestrum lebih besar dad pada gaya pada membrane timpani, walaupun terjadi sedikit kehilangan energi akibat inersia osikel. Muskulus stapedius dan tensor timpani berkontraksi secara reflektorik sebagai respons terhadap bunyi yang keras , dan dengan berkontraksi menarik osikel, membuat system osikular lebih kaku dan dengan demikian melinclungi telinga dalam d. Koklea Vibrasi fenestrum ovale menyebabkan gelombang tekanan dalam perilimf telinga dalam. Gelombang berjalan ke atas pada perilimf dalam skala vestibule dan ke bawah pada perilimf di dalam skala timpani. Ketika gelombang mencapai fenestrum rotundum pada bagian dasar, membrane menutup fenestrum tersebut menyebabkan pembonjolan kecil di dalam telinga tengah. Bila tidak terjadi gelombang tidak dapat melewati koklea. e. Organ corti Bagaimana organ Corti berespon terhadap vibrasi belum diketahui dengan pasti. Gerakan membrane basalis, dihasilkan oleh gelombang yang berjalan naik turun didalam koklea, tampaknya menarik sel-selrambut dan mengeksitasinya sehingga mentransmisikan impels ke dalam saraf nervus kokhlearis yang terletak disekitar dasar sel rambut. Menurut teori “gelombang berjalan”, gelombang yang dihasilkan oleh bunyi berfrekuensi tinggi hanya berjalan sedikit di dalam koklea sebelum teredam, dan bunyi berfrekuensi rendah berjalan sampai ke apeks koklea. Pembedaan oleh telinga antara suara dengan berfrekuensi yang berbecla agaknya diakibatkan oleh pola getaran yang berbecla yang dihasilkan membrane basalis oleh berfrekuensi yang berbeda.
f. hubungan sentral. Nerves auditorius pars koklearis menstranmisikan sensasi pada otak. Tempat sensasi tersebut diinterpretasikan di dalam pars auditorius Globus temporalis. Setiap telinga memiliki hubungan dengan kedua Globus temporalis, dan terutama dengan sisi yang berlawanan.. Gambaran KlinisKetulian dapat diakibatkan olehSerumen dalam meatus auditorius eksternusOtitis mediaOtosklerosis , keadaan dimana terjadi pembentukan tulang baru di sekitar bagian kaki stapes yang mencegah pergerakannya.Cedera pada membrane timpani.Cedera, penyakit atau degenerasi nervus auditorius. Tinitus adalah bunyi berdering, berdengung, berdesis atau pulsating di dalam telinga. Tinitus merupakan gejala dari semua keadaan abnormal dalam telinga. E. KESEIMBANGAN Kanalis semisirkularis, sakulus dan utrikulus berperan dalam keseimbangan dan posisi kepala pada bahu. Kanalis semisirkularis berperan pada gerakan kepala pada waktu berputar . Gerakan ini menghasilkan gerakan pada endolimf dalam kanalis semisirkularis ,yang merangsang sel-sel rambut . Otolit sakulus dan utdkulus; bergerak oleh perubahan posisi kepala dan dengan demikian mencetuskan gerakan sel rambut di daerah tersebut. Rangsangan ditransmisikan sepanjang serat saraf nervus kranialis kedelapan ( auditorius) pars vestibularis ke otak tengah , medulla oblongata, serebelum , dan medulla spinalis. Rangsangan ini memulai perubahan refleks pada otot-otot leher , mata, badan, dan ekstremitas untuk mempertahankan keseimbangan dan postur dan mata dapat difiksasi pada objek yang bergerak. Gambaran Klinis Pusing (vertigo) adalah kelainan atau penyakit pada organ keseimbangan. Pada penyakit Meniere, peningkatan tekanan edolimfatik menyebabkan serangan berat vertigo, swing dihubungkan dengan mual dan muntah dan kadang-kadang dengan ketulian dan tinnitus. Infeksi labirin, fraktur pars petrosus os temporale, ateroma arteria vertebralis menyebabkan reduksi suplai darah menuju telinga dalam, dan pertumbuhan bare akan menyebabkan vertigo. Serumen dalam meatus auditorius eksternus menekan membrane timpani dan menyumbat tuba faringotimpanikus dapat menyebabkan ketulian dengan. Mabuk perjalanan ( mobil, kereta api, pesawat, mabuk laut) diakibatkan oleh gangguan labirinitin akibat gerakan berulang endolimf, sexing disertai dengan factor emosi yang kuat sehingga orang yang rentan dapat sakit atau mengalami vertigo akibat antisipasi gerakan. Berbagai obat-obatan dapat mencegah mabuk perjalanan, tetapi bagaimana mereka bekerja belum diketahui. Beberapa obet terutama Streptomisin dapat menyebabkan degenerasi labirin. berikut Anatomi Fisiologi Labirin: F. ANATOMI LABIRIN Vestibulum yang terdapat di dalam labirin, telinga bagian dalam, mempunyai andil 55% dalam patofisiologi alat keseimbangan tubuh (AKT). Ada dua jenis organ (reseptor) sensoris di dalam labirin, yaitu pendengaran dan keseimbangan yang merupakan sel berambut (hair cells). Kedua jenis sel ini terbenam di dalam cairan endolimf, sehingga bila ada aliran / gelombang endolimf akibat rangsangan bunyi (pendengaran) atau gerakan (keseimbangan), rambut sel menekuk kearah tertentu dan mengubah transmisi impuls sensoris. Organ untuk pendengaran ini disebut organ corti, sedangkan untuk keseimbangan disebut organ vestibulum. Vestibulum dibedakan atas crista dan macula yang masing-masing sensitive terhadap rangsangan gerakan sirkuler dan linier. Gambar 3 berikut akan mengigatkan kembali pada peran labirin. G. ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN A. FAKTOR PREDISPOSISI 1. Faktor perkembangan terlambat • Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman. • Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi • Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan 2. Faktor komunikasi dalam keluarga • Komunikasi peran ganda • Tidak ada komunikasi • Tidak ada kehangatan • Komunikasi dengan emosi berlebihan • Komunikasi tertutup • Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua 3. Faktor sosial budaya Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi. 4. Faktor psikologis Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif. 5. Faktor biologis Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic. 6. Faktor genetik Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu yang mengalami schizoprenia dan kembar monozigot. B. PERILAKU Bibir komat kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk – angguk, seperti mendengar sesuatu, tiba – tiba menutup telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil atau membuang sesuatu, tiba – tiba marah dan menyerang, duduk terpaku, memandang satu arah, menarik diri. C. FISIK 1. ADL Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, tidur terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi gerakan atau kegiatan ganjil. 2. Kebiasaan Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat – obatan dan zat halusinogen dan tingkah laku merusak diri. 3. Riwayat kesehatan Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan obat. 4. Riwayat schizofrenia dalam keluarga 5. Fungsi sistim tubuh 6. Perubahan berat badan, hipertermia (demam) 7. Neurologikal perubahan mood, disorientasi 8. Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur D. STATUS EMOSI Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan bermusuhan, kecemasan berat atau panik, suka berkelahi. E. STATUS INTELEKTUAL Gangguan persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan kecap, isi pikir tidak realistis, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku, kurang motivasi, koping regresi dan denial serta sedikit bicara. F. STATUS SOSIAL Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan mengatasi stress dan kecemasan. II. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran. 2. Gangguan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan isolasi social : menarik diri. 3. Kerusakan interaksi social : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah. 4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses fikir. 5. Perubahan proses fikir berhubungan dengan harga diri rendah. 6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya minat. III. RENCANA INTERVENSI PERAWATAN Diagnosa keperawatan I : Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran Tujuan umum : Klien dapat mengendalikan halusinasinya. TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat Intervensi 1. Bina hubungan saling percaya • Salam terapeutik • Perkenalkan diri • Jelaskan tujuan interaksi • Buat kontrak yang jelas • Menerima klien apa adanya • Kontak mata positif • Ciptakan lingkungan yang terapeutik 2. Dorong klien dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya 3. Dengarkan ungkapan klien dengan rasa empati. Rasional 1. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara perawat dan klien 2. Ungkapan perasaan oleh klien sebagai bukti bahwa klien mempercayai perawat 3. Empati perawat akan meningkatkan hubungan terapeutik perawat-klien Evaluasi Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan kondisinya secara verbal TUK 2 : Klien dapat mengenali halusinasinya Intervensi : 1. Adakan kontak secara sering dan singkat 2. Observasi tingkah laku verbal dan non verbal klien yang terkait dengan halusinasi (sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, terdiam di tengah – tengah pembicaraan). 3. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan tidak nyata bagi perawat. 4. Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi halusinasi dan frekuensi timbulnya halusinasi. 5. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul. 6. Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi halusinasi. Rasional : 1. Mengurangi waktu kosong bagi klien untuk menyendiri. 2. Mengumpulkan data intervensi terkait dengan halusinasi. 3. Memperkenalkan hal yang merupakan realita pada klien. 4. Melibatkan klien dalam memperkenalkan halusinasinya. 5. Mengetahui koping klien sebagai data intervensi keperawatan selanjutnya. 6. Membantu klien mengenali tingkah lakunya saat halusinasi. Evaluasi : 1. Klien dapat membedakan hal yang nyata dan yang tidak setelah 3-4 kali pertemuan dengan menceritakan hal – hal yang nyata. 2. Klien dapat menyebutkan situasi, isi dan waktu timbulnya halusinasi setelah 3 kali pertemuan. 3. Klien dapat mengungkapkan respon perilakunya saat halusinasi terjadi setelah 2 kali pertemuan. TUK 3 : Klien dapat mengendalikan halusinasinya Intervensi : 1. Identifikasi tindakan klien yang positif. 2. Beri pujian atas tindakan klien yang positif. 3. Bersama klien rencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi. 4. Diskusikan ajarkan cara mengatasi halusinasi. 5. Dorong klien untuk memilih cara yang disukai untuk mengontrol halusinasi. 6. Beri pujian atas pilihan klien yang tepat. 7. Dorong klien untuk melakukan tindakan yang telah dipilih. 8. Diskusikan dengan klien hasil atau upaya yang telah dilakukan. 9. Beri penguatan atas upaya yang telah berhasil dilakukan dan beri solusi jika ada keluhan klien tentang cara yang dipilih. Rasional : 1. Mengetahui cara – cara klien mengatasi halusinasi baik yang positif maupun yang negatif. 2. Menghargai respon atau upaya klien. 3. Melibatkan klien dalam menentukan rencana intervensi. 4. Memberikan informasi dan alternatif cara mengatasi halusinasi pada klien. 5. Memberi kesempatan pada klien untuk memilihkan cara sesuai kehendak dan kemampuannya. 6. Meningkatkan rasa percaya diri klien. 7. Motivasi respon klien atas upaya yang telah dilakukan. 8. Melibatkan klien dalam menghadapi masalah halusinasi lanjutan Evaluasi : 1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan dan saat halusinasi terjadi setelah dua kali pertemuan. 2. Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 cara mengatasi halusinasi. TUK 4 : Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya. Intervensi : 1. Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya. 2. Bantu klien untuk memutuskan bahwa klien minum obat sesuai program dokter. 3. Observasi tanda dan gejala terkait efek dan efek samping. 4. Diskusikan dengan dokter tentang efek dan efek samping obat . Rasional : 1. Memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan klien tentang efek obat terhadap halusinasinya. 2. Memastikan klien meminum obat secara teratur. 3. Mengobservasi efektivitas program pengobatan. 4. Memastikan efek obat – obatan yang tidak diharapkan terhadap klien. Evaluasi : Klien meminum obat secara teratur sesuai instruksi dokter. TUK 5 : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengendalikan halusinasi. Intervensi : 1. Bina hubungan saling percaya dengan klien. 2. Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan keluarga dalam merawat klien. 3. Beri penguatan positif atas upaya yang baik dalam merawat klien. 4. Diskusikan dan ajarkan dengan keluarga tentang : halusinasi, tanda – tanda dan cara merawat halusinasi. 5. Beri pujian atas upaya keluarga yang positif. Rasional : 1. Sebagai upaya membina hubungan terapeutik dengan keluarga. 2. Mencari data awal untuk menentukan intervensi selanjutnya. 3. Penguatan untuk menghargai upaya keluarga. 4. Memberikan informasi dan mengajarkan keluarga tentang halusinasi dan cara merawat klien. 5. Pujian untuk menghargai keluarga. Evaluasi : 1. Keluarga dapat menyebutkan cara – cara merawat klien halusinasi. Diagnosa keperawatan 2 : Perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran berhubungan dengan isolasi social : menarik diri. Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan sehingga halusinasi dapat dicegah. TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat. Intervensi : 1. Bina hubungan saling percaya • Menyapa klien dengan ramah • Mengingatkan kontrak • Terima klien apa adanya • Jelaskan tujuan pertemuan • Sikap terbuka dan empati Rasional : Kejujuran, kesediaan dan penerimaan meningkatkan kepercayaan hubungan antara klien dengan perawat. Evaluasi : Setelah 2 kali pertemuan klien dapat menerima kehadiran perawat. TUK 2 : Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan perilaku menarik diri. Intervensi : 1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri. 2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri. 3. Diskusikan bersama klien tentang menarik dirinya. 4. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya. Rasional : 1. Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang menarik diri sehingga perawat dapat merencanakan tindakan yang selanjutnya. 2. Untuk mengetahui alasan klien menarik diri. 3. Meningkatkan harga diri klien sehingga berani bergaul dengan lingkungan sosialnya. Evaluasi : Setelah 1 kali pertemuan klien dapat menyebutkan penyebab atau alasan menarik diri. TUK 3 : Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain. Intervensi : 1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain. 2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain. 3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan manfaat berhubungan dengan orang lain. Rasional : 1. Meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya berhubungan dengan orang lain. 2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan. 3. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien. Evaluasi : Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 manfaat berhubungan dengan orang lain • Mendapat teman • Dapat mengungkapkan perasaan • Membantu memecahkan masalah TUK 4 : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap. Intervensi : 1. Dorong klien untuk menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain. 2. Dorong dan bantu klien berhubungan dengan orang lain secara bertahap antara lain : • Klien-perawat • Klien-perawat-perawat lain • Klien-perawat-perawat lain-klien lain • Klien-kelompok kecil (TAK) • Klien-keluarga 3. Libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan 4. Reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai klien. Rasional : 1. Untuk mengetahui pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan. 2. Klien mungkin mengalami perasaan tidak nyaman, malu dalam berhubungan sehingga perlu dilatih secara bertahap dalam berhubungan dengan orang lain. 3. Membantu klien dalam mempertahankan hubungan inter personal. 4. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien. Evaluasi : Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain, misalnya : • Membalas sapaan perawat • Kontak mata positif • Mau berinteraksi TUK 5 : Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam berhubungan dengan orang lain. Intervensi : 1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain. 2. Dorong klien untuk mengemukakan perasaan keluarga 3. Dorong klien untuk mengikuti kegiatan bersama keluarga seperti : makan, ibadah dan rekreasi. 4. Jelaskan kepada keluarga tentang kebutuhan klien. 5. Bantu keluarga untuk tetap mempertahankan hubungan dengan klien yaitu memperlihatkan perhatian dengan kunjungan rumah sakit. 6. Beri klien penguatan misalnya : membawa makanan kesukaan klien. Rasional : 1. Mengidentifikasi hambatan yang dirasakan klien. 2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan klien dengan keluarga. 3. Membantu klien dalam meningkatkan hubungan interpersonal dengan keluarga. 4. Klien menarik diri membutuhkan perhatian yang khusus. 5. Keterlibatan keluarga sangat membantu dalam mengembangkan interaksi dengan lingkungannya. 6. Meningkatkan rasa percaya diri klien kepada keluarga dan merasa diperhatikan. Evaluasi : 1. Setelah 2 kali pertemuan klien dapat membina hubungan dengan keluarga. 2. Keluarga mengunjungi klien ke rumah sakit setiap minggu secara bergantian. Diagnosa keperawatan 3 Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah. Tujuan umum : Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri. TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri. Intervensi : 1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya. 2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien. 3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki kelebihan dan kekurangan. 4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutupi dengan kelebihan yang dimiliki klien. 5. Anjurkan klien untuk lebih meningkatkan kelebihan yang dimiliki klien. 6. Beritahukan bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki. Rasional : 1. Mengidentifikasikan hal – hal positif yang masih dimiliki klien. 2. Mengingatkan klien bahwa ia manusia biasa yang mempunyai kekurangan. 3. Menghadirkan realita pada klien. 4. Memberikan harapan pada klien. 5. Memberikan kesempatan berhasil lebih tinggi. 6. Agar klien tidak merasa putus asa. Evaluasi : 1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 kali pertemuan. 2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi halangan untuk mencapai keberhasilan. TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya. Intervensi : 1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa harapan selama di RS, rencana klien setelah pulang dan apa cita – cita yang ingin dicapai. 2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang dimilikinya. 3. Beri kesempatan klien untuk berhasil. 4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai. Rasional : 1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dari harapan klien. 2. Membantu klien membentuk harapan yang realistis. 3. Meningkatkan percaya diri klien. 4. Meningkatkan penghargaan terhadap perilaku yang positif. Evaluasi : Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya setelah 1 kali pertemuan. TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya. Intervensi : 1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau yang berhasil dicapainya. 2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan tersebut. 3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab – sebab kegagalan. 4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasinya. 5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Rasional : 1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal. 2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri. 3. Mengetahui apakah kegagalan tersebut mempengaruhi klien. 4. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien. 5. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan merupakan akhir dari suatu usaha. Evaluasi : 1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 kali pertemuan. 2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 kali pertemuan. TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis. Intervensi : 1. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapainya. 2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien. 3. Bantu klien memilih priotitas tujuan yang mungkin dapat dicapainya. 4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih. 5. Tunjukkan keterampilan dan keberhasilan yang telah dicapai klien. 6. Ikut sertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok. 7. Beri reinforcement positif bila klien mau mengikuti kegiatan kelompok. Rasional : 1. Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki. 2. Mempertahankan klien untuk tetap realistis. 3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan. 4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien. 5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai. 6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok mengembangkan kemampuannya. 7. Meningkatkan harga diri klien. Evaluasi : 1. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 kali pertemuan. 2. Klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah 1 kali pertemuan. TUK 5 : Klien dapat dukungan keluarga yang meningkatkan harga dirinya. Intervensi : 1. Diskusikan dengan keluarga tanda – tanda harga diri rendah. 2. Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan menghargai klien tidak mengejek, tidak menjauhi. 3. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan kesempatan berhasil pada klien. 4. Anjurkan pada keluarga untuk menerima klien apa adanya. 5. Anjurkan keluarga untuk melibatkan klien dalam setiap pertemuan keluarga. Rasional : 1. Mengantisipasi masalah yang timbul. 2. Menyiapkan support sistem yang akurat. 3. Memberikan kesempatan pada klien untuk sukses. 4. Membantu meningkatkan harga diri klien. 5. Meningkatkan interaksi klien dengan anggota keluarga. Evaluasi : 1. Keluarga dapat menyebutkan tanda – tanda harga diri rendah. • Mengatakan diri tidak berharga • Tidak berguna dan tidak mampu • Pesimis dan menarik diri dari realita 2. Keluarga dapat berespon dan memperlakukan klien secara tepat setelah 2 kali pertemuan. Diagnosa keperawatan 4 : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir. Tujuan umum : Klien dapat mengontrol halusinasinya. TUK 1 : Klien dapat mengenal akan wahamnya. Intervensi : 1. Adakan kontrak sering dan singkat. • Gunakan teknik komunikasi terapeutik. • Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas. 2. Jangan membantah atau menyangkal keyakinan pasien. Rasional : Hal ini mendorong untuk menyampaikan rasa empati, mengembangkan rasa percaya dan akhirnya mendorong klien untuk mendiskusikannya. Untuk memudahkan rasa percaya dan kemampuan untuk mengerti akan tindakan dan komunikasi pasien membantah atau menyangkal tidak akan bermanfaat apa – apa. Evaluasi : Klien dapat mengenal akan wahamnya setelah mendapat penjelasan dari perawat dalam 4 x pertemuan. TUK 2 : Klien dapat mengendalikan wahamnya. Intervensi : 1. Bantu klien untuk mengungkapkan anansietas, takut atau tidak aman. 2. Focus dan kuatkan pada orang – orang yang nyata, ingatan tentang pikiran irasional. Bicarakan kejadian – kejadian dan orang – orang yang nyata. 3. Diskusikan cara untuk mencegah waham, contoh percaya pada orang lain, belajar akan kenyataan, bicara dengan orang lain, yakin akan dirinya bahwa tidak ada yang akan mengerti perasaannya bila tidak cerita dengan orang lain. Rasional : 1. Ungkapkan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak terancam akan mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya yang mungkin sudah terpendam. 2. Diskusikan yang berfokus pada ide – ide yang salah tidak akan mencapai tujuan dan mungkin buat psikosisnya lebih buruk jika pasien dapat belajar untuk menghentikan ansietas yang meningkat, pikiran waham dapat dicegah. Evaluasi : 1. Klien dapat mengendalikan wahamnya dengan bantuan perawat dengan menggunakan cara yang efektif dalam 4 x pertemuan. TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya. Intervensi : 1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau keinginan yang berhasil dicapainya. 2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan. 3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab – sebab kegagalan 4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasi 5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Rasional : 1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal. 2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri 3. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien 4. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan merupakan akhir dari suatu usaha. Evaluasi : 1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 x pertemuan. 2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 x pertemuan. TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis. Intervensi : 1. Bantu klien memuaskan tujuan yang ingin dicapainya. 2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien. 3. Bantu klien untuk memilih prioritas tujuan yang mungkin dapat dicapainya. 4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih. 5. Tunjukkan keterampilan yang telah dicapai klien. 6. Ikutsertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok. Rasional : 1. Agar klien dapat tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki. 2. Mempertahankan klien agar tetap realistis. 3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan. 4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien. 5. Memberi penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai. 6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok mengembangkan kemampuannya. Diagnosa keperawatan 5 : Perubahan proses pikir berhubungan dengan harga diri rendah kronis. Tujuan umum : Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri. TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri Intervensi : 1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya 2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien 3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki kelebihan dan kekurangan. 4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutup dengan kelebihan yang dimiliki. 5. Beritahukan klien bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki Rasional : 1. Mengidentifikasi hal – hal positif yang masih dimiliki klien 2. Mengingatkan klien bahwa klien manusia biasa yang mempunyai kekurangan 3. Menghadirkan harapan pada klien 4. Agar klien tidak merasa putus asa Evaluasi : 1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 x pertemuan 2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi halangan untuk mencapai keberhasilan TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya Intervensi : 1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa rencana selama di RS, rencana klien setelah pulang dan apa cita – cita yang ingin dicapai 2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang dimilikinya 3. Beri kesempatan pada klien untuk berhasil 4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai Rasional : 1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dan harapan pasien. 2. Membantu klien untuk membentuk harapan yang realistis 3. Meningkatkan rasa percaya diri klien 4. Memberi penghargaan terhadap perilaku yang positif Evaluasi : 1. Klien dapat menyebutkan cita – cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya setelah 1 x pertemuan. Diagnosa keperawatan 6 : Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas. Tujuan umum : Klien dapat melakukan perawatan diri TUK 1 : Klien mengetahui keuntungan melakukan perawatan diri Intervensi : 1. Diskusikan tentang keuntungan melakukan perawatan diri 2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali keuntungan dalam melakukan perawatan diri 3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan keuntungan melakukan perawatan diri Rasional : 1. Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri 2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yang telah diberikan 3. Reinforcement posisitf dapat menyenangkan hati pasien Evaluasi : Klien dapat menyebutkan keuntungan dari melakukan perawatan diri seperti memelihara kesehatan dan memberi rasa nyaman dan segar. TUK 2 : Klien mengetahui kerugian jika tidak melakukan perawatan diri Intervensi : 1. Diskusikan tentang kerugian tidak melakukan perawatan diri 2. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan kerugian tidak melakukan perawatan diri. Rasional : 1. Untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri. 2. Reinforcement positif untuk menyenangkan hati klien. Evaluasi : Klien dapat menyebutkan kerugian dari tidak melakukan perawatan diri seperti terkena penyakit, sulit mendapat teman. TUK 3 : Klien berminat melakukan perawatan diri Intervensi : 1. Dorong dan bantu klien dalam melakukan perawatan diri 2. Beri pujian atas keberhasilan klien melakukan perawatan diri Rasional : 1. Untuk meningkatkan minat klien dalam melakukan perawatan diri 2. Reinforcement positif dapat menyenangkan hati klien dan meningkatkan minat klien untuk melakukan perawatan diri. Evaluasi : Klien melakukan perawatan diri seperti : mandi memakai sabun 2 x sehari, menggosok gigi dan mencuci rambut, memotong kuku. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Telinga adalah organ pendengaran. Telinga terdiri dari tiga bagian yaitu: telinga luar, telinga tengah, rongga telinga dalam. Mendengar adalah kemampuan untuk mendeteksi tekanan vibrasi udara tertentu dan menginterpretasikannya sebagai bunyi. Telinga mengkonversi energi gelombang tekanan menjadi impuls syaraf, dan korteks serebri mengkonversi impuls ini menjadi bunyi. Sedangkan ukuran bunyi yang dapat didengar manusia kurang dari 85 dB dan dapat merusak telinga jika lebih dari 85 dB dan pada ukuran 130 dB akan membuat hancur gendang telinga. Gelombang bunyi ditangkap oleh daun telinga dan ditransmisikan ke dalam meatus auditorius eksternus. Kanalis semisirkularis, sakulus dan utrikulus berperan dalam keseimbangan dan posisi kepala pada bahu. Kanalis semisirkularis berperan pada gerakan kepala pada waktu berputar . Gerakan ini menghasilkan gerakan pada endolimf dalam kanalis semisirkularis ,yang merangsang sel-sel rambut . DAFTAR PUSTAKA Ganong, William F, FisiologiKedokteran, Jakarta; EGC, 2002 Pearce, Evelyn C, AnatomidanFisiologiuntuk Para Medis, Jakarta; PT GramediaPustakaUtama, 2008 Syaifuddin, H. AnatomifisiologiUntukSiswaPerawat, Jakarta; EGC, 1997

0 komentar: